Kamis, 27 Desember 2012

UJIAN SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM


UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH       : KIMIA BAHAN ALAM
SKS                             : 2
DOSEN                      : Dr. Syamsurizal, M.Si
WAKTU                     : 22-29 Desember 2012

PETUNJUK : Ujian ini open book. Tapi tidak diizinkan mencontek, bilamana ditemukan, maka anda dinyatakan GAGAL. Jawaban anda diposting di bolg masing-masing.

Nama                          : Prananta Gia Tarigan
Nim                             : RRA1C110026
Matakuliah                  : Kimia Bahan Alam
Kredit                          : 2 SKS
Dosen                          : Dr. Syamsurizal, M.Si
Hari/Tanggal               : Sabtu, 22 Desember 2012 sd Sabtu, 29 Desember 2012



1.      Jelaskan dalam jalur biosintesis triterpenoid, identifikasilah faktor-faktor penting yang sangat menentukan dihasilkannya triterpenoid dalam kuantitas yang banyak?
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif (Harborne,1987).Menurut Harborne (1987) senyawa triterpenoid dapat dibagi menjadi empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin, steroid, dan glikosida jantung.
Berdasarkan jumlah cincin yang terdapat dalam struktur molekulnya triterpen sebenarnya dapat dibagi atas:
1. Triterpen asiklik yaitu triterpen yang tidak mempunyai cincin tertutup, misalnya skualena.
2. Triterpen trisiklik adalah triterpen yang mempunyai tiga cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya: ambrein.
3. Triterpen tetrasiklik adalah triterpen yang mempunyai empat cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya:lanosterol.
4. Triterpen pentasiklik adalah triterpen yang mempunyai lima cincin tertutup pada struktur molekulnya, misalnya α-amirin.

Reaksi Biosintesis Skualen(Pembuatan Triterpenoid)
 

Jalur pada biosentesi triterpenoid bermula dari asetil koenzim A melakukan kodensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagai mana ditemukan pada asam mevalonat, dan terjadi reaksi selanjutnya berupa reaksi fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan isopentenil piroposfat (IPP)  yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerasi. IPP yang dimana merupakan unit isopern aktif bergabung dengan DMAPP antara kepala dan ekor ini terjadi disebabkan oleh serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil piro fosfat. Penggabungan selanjutnya antara satu unti IPP dan GPP dengan mekanisme  yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP). setelah itu maka terbentuklah skualen berbentuk rantai panjang  triterpenoid yang mana mengalami penataan struktur atau siklisasi untuk membentuk struktur yang lebih stabil.
Secara umum biosintesa dari terpenoid (triterpenoid) terjadi dalam 3 reaksi dasar, yaitu:
11. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
22.  Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-. sester-, dan poli-terpenoid.
  3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid
 
Reaksi Siklisasi Skualen 2,3-epoksida
 
Reaksi Siklisasi Enzimatik
 
Siklisasi Enzimatik dengan Bantuan Enzim.
Inisiasi siklisasi oleh Oksigen Molekuler.Simbol E-O2* digunakan untuk mewakili oksigen “diaktifkan” dengan membentuk kompleks dengan Enzim.

faktor-faktor penting yang sangat menentukan dihasilkannya triterpenoid dalam kuantitas yang banyak adalah:
1.      Kondisi lingkungan. Karena lingkungan yang tidak baik akan membuat hasil yang kurang baik.
2.      Enzim yang digunakan untuk mempercepat reaksi juga sangat berpengaruh.
3.      Pengaruh pH dan temperatur akan menghasilkan hasil yang berbeda
4.      Metode isolasi yang digunakan.
5.      Pelarut yang digunakan pada saat mengisoalasi.biasa yang digunakan adalah n-heksan dan etil asetat.

  
 2. Jelaskan dalam penentuan struktur flavonoid, kekhasan signal dan intensitas serapan dengan menggunakan spektrum IR dan NMR. Berikan dengan contoh sekurang-kurangnya dua struktur yang berbeda?
Jawaban:
Umumnya spektro IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik.Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik. Hasil analisa biasanya berupa signal kromatogram hubungan intensitas IR terhadap panjang gelombang.
kekhasan signal dan intensitas serapan pada spektrum IR yaitu Ikatan rangkap  C=C(1500 – 1600 cm-1)  intensitas serapan sedang dan tajam. Ikatan rangkap  C=O (1705 – 1725  cm-1) intensitas serapan kuat dan tajam. Ikatan tunggal  C–O yaitu daerah sidik jari(1000 – 1300cm-1) intensitas serapan lemah dan melebar. Ikatan tunggal C – H( 3050-3150 cm-1) intensitas serapan lemah dan tajam akibat rentangan C – H aromatik. Ikatan tunggal  O – H (3200-3500 cm-1)  intensitas serapan lebar  menyerap sinar yang berbeda-beda, tergantung ada kondisi lingkungannya.
Gugus-gugus dalam molekul kuersetin yang dapat memberikan serapan, antara lain C=C dan C-C aromatik, C-C, C-O, O-H, C=O, dan C-H. Pada Gambar a terlihat bahwa spektrum kuersetin terdapat serapan gugus O-H pada bilangan gelombang 3400– 3200 cm-1, gugus C=O keton pada 1725–1705 cm- 1, gugus C=C aromatik pada 1600 dan 1475 cm-1, dan gugus C-O pada 1260–1000 cm- 1. Perbedaan antara spektrum kuersetin dan meniran yang tampak dengan jelas, antara lain pada bilangan gelombang 3699 dan 3622 cm- 1 dari spektrum meniran Cisarua yang merupakan serapan gugus O-H. Ketiga spektrum sampel meniran juga memiliki puncak serapan C-H yang tajam pada 2919 dan 2850 cm-1.
Kuersetin benalu teh
 
Spektrum IR senyawa hasil isolasi memberikan informasi adanya puncak serapan gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3369 cm-1. Gugus hidroksil ini merupakan regang -OH terikat (dapat berikatan hidrogen), OH terikat terlihat pada bilangan gelombang 3450-3200 cm-1 yang membentuk pita lebar dengan intensitas yang kuat. Adanya gugus hidroksil ini juga diperkuat dengan munculnya  -C-O- pada gelombang 2956 cm. menunjukkan adanya regang - C-H alifatik dan diperkuat dengan munculnya serapan pada 1498-1359 cm, menunjukkan adanya ulur - C-H. Adanya regang -C=O karbonil ditunjukkan oleh serapan pada bilangan gelombang 1658 cm-1. Pita serapan pada bilangan gelombang 1606 cm-1 menunjukkan adanya regang C=C. Pita serapan pada bilangan gelombang 1574 cm. Daerah serapan pada bilangan gelombang 821 cm-1 mengindikasikan adanya dua H yang bertetangga dalam cincin aromatik.

Spektrum NMR pada kuersetin
 
   
 
Spektrum IR Flavon
 
Spektrum NMR Flavon
 
Ciri khas pada penentuan falvonoid dengan IR dan NMR adalah berdasarkan spectrumnya yang khas dimana terdiri atas 2 maksimal pada rentang 240 - 280 nm(pita II) dan 300 - 550 nm (pita I) kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksimal tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoid dan pola oksigenasi. ciri khas dalam spektrum tersebut adalah memberikan puncak relatif rendah pada pita I untuk flavonoid golongan hidroflavon dan isoflavon dan untuk antosianin dan khalkon memberikan puncak yang relatif  tinggi.


3.  Dalam isolasi alkaloid, pada tahap awal dibutuhkan kondisi asam atau basa. Jelaskan dasar penggunaan reagen tersebut, dan berikan contohnya sekurang-kurangnya tiga macam alkaloid.
Jawaban:
Pada tahap awal dibutuhkan kondisi asam karena alkaloid umumnya bersifat basa karena adanya gugus nitrogen yang bersifat melepas elektron dan akan membentuk garam ,dan penambahan basa akan melepaskan dari garam-garamnya sehingga murni. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron, contoh gugus alkil maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Sebaliknya bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron, contoh gugus karbonil maka ketersediaan elektron berpasangan berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam (Harjono, 1996).
Untuk mendeteksi alkaloid secara kromatografi digunakan sejumlah pereaksi. Pereaksi yang sangat umum adalah pereaksi Dragendorff, yang akan memberikan noda berwarna jingga untuk senyawa alkaloid. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa beberapa sistem tak jenuh, terutama koumarin dan α-piron, dapat juga memberikan noda yang berwarna jingga dengan pereaksi tersebut. Pereaksi umum lain tetapi kurang digunakan adalah asam fosfomolibdat, jodoplatinat, uap jood, dan antimon (III) klorida. Kebanyakan alkaloid bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut tanpa membedakan kelompok alkaloid. Sejumlah pereaksi khusus tersedia untuk menentukan atau mendeteksi jenis alkaloid khusus. Dasar yang digunakan yaitu dengan azas keller yaitu alkaloida yang terdapat dalam suatu bakal sebagai bentuk garam, dibebaskan dari ikatan garam tersebut menjadi alkaloida yang bebas. Untuk itu ditambahkan basa lain yang lebih kuat dari pada alkaloida tadi. Basa yang dipakai tidak boleh terlalu kuat karena alkaloid pada umumnya kurang stabi. Pada pH tnggi ada kemungkinan akan terurai, terutama dalam keadaan bebas. Bahan tumbuhan dapat dibebaskan dengan natrium karbonat
1.    1. Bagian tumbuhan Jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce) bagian dari daun dilakukan uji pendahuluan untuk mengetahui kandungan senyawanya. Bagian daun tumbuhan jambu Keling (Eugenia cumini (L.) Druce) didestruksi basah dengan HCl dalam metanol sebesar 2M kemudian dinetralisasi dengan penambahan basa NH4OH dan terjadi padatan berupa endapan. Endapan dikeringkan dan diektraksi dan direndam dalam khloroform dan dipekatkan dengan alat rota-evaporator, Ekstrak pekat khloroform (2 g) dikhromatografi kolom dengan fasa diam silika gel 60 sebanyak 60 gram dengan fasa gerak khloroform: metanol dengan menaikkan kepolaran bertingkat. Fraksi yang keluar kolom khromatografi ditampung menggunakan vial serta dimonitor dengan khromatografi lapis tipis. Fraksi dengan Rf yang sama dan positip dengan pereaksi Maeyer yang ditandai dengan munculnya warna putih, digabung selanjutnya, diuapkan pelarutnya kemudian fraksi ini direkristalisasi untuk memperoleh kristal murni.
2.      2. Rimpang temu ireng sebanyak 1 g dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah etanol 25 mL, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan dilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat yang diperoleh diuapkan, sampai volume pelarut tinggal setengahnya. Adanya flavonoid diuji dengan Shinoda Tes. Tahap selanjutnya adalah mengangin-anginkan rimpang temu ireng pada suhu kamar sampai kering. Rimpang kering dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dilakukan secara berturutan menggunakan pelarut petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing selama 8 jam. Hasil ekstraksi berupa ekstrak petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing dilakukan uji warna untuk flavonoid. Ekstrak yang positif mengandung flavonoid kernudian ditentukan eluen yang sesuai untuk langkah selanjutnya yaitu kromatografi kolom. Penentuan eluen pada ekstrak petroleum eter (PE) dilakukan dengan menggunakan eluen Pekloroform pada berbagai perbandingan volume. Untuk ekstrak kloroform, eluen yang digunakan adalah kloroform-etil asetat pada berbagai perbandingan volume. Sedangkan pada ekstrak nbutanol digunakan eluen etil asetat-metanol pada berbagai perbandingan volume. Ekstrak metanol tidak dicari eluen yang sesuai. Persiapan pertama kromatografi kolom adalah memanaskan silika gel pada suhu 1600C selama 3 jam kemudian didinginkan. Setelah dingin, silika dibuat bubur dan dimasukkan dalam kolom, lalu dibiarkan semalam. Ekstrak pekat dilarutkan dalam eluen yang kurang polar dan dimasukkan kolom menggunakan pipet. Sampel dibiarkan turun sampai permukaannya hampir “terbuka”, kemudian ditambah eluen pelan-pelan sampai mendapat eluen yang tidak berwarna pada permukaan penyerap. Langkah selanjutnya ditambah eluen, dengan laju elusi 20 tetes/menit. Setiap 2 mL eluat, ditampung dalam botol sampel. Untuk pembagian fraksi, masing-masing botol dianalisis secara fisika menggunakan sinar UV-VIS pada " = 254 nm dan " = 366 nm dan TLC, serta secara kimia menggunakan uji warna. Fraksi tunggal yang mempunyai harga Rf sama dan uji fisika serta kimia sama dikumpulkan, dan pelarutnya diuapkan. Selanjutnya dilakukan identifikasi struktur untuk menggunakan spektrofotometer UV-VIS, IR dan GC-MS.

3.      3. Daun teh kering sebanyak 10 gram dan 10 gram Na2CO3dimasukkan ke labu elenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 100 ml air mendidih dan didiamkan sebentar. Setelah itu, didekantasi ke labu lain dan kemudian ditambahkan air secukupnya pada daun teh yang telah disaring. Kemudian hasil didekantasi lagi dan digabungkan dengan yang pertama. Hasil ekstrak daun teh dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicampur dengan 30 ml diklorometana. Corong pisah digoyang-goyangkan (tapi jangan terlalu kencang) sekitar lima menit, sambil sesekali keran pada corong pisah dibuka perlahan, agar gas yang berada dalam corong keluar. Setelah terpisah, ekstrak diklorometana yang berwarna bening dituang ke labu beserta emulsinya. CaCl2 anhidrat ditambahkan ke dalam labu. Lalu diaduk selama sepuluh menit. Setelah air menggumpal, ekstrak diklorometana didekantasi. Kemudian hasil dekantasi didistilasi sederhana, maka nanti akan terbentuk kristal yang tidak dapat terdistilasi pada dinding labu distilasi. Kristal kafein dikeruk, diambil sebagian untuk dihitung titik lelehnya dengan alat melting-block. Kemudian diambil sebagian untuk dilakukan kromatografi lapis tipis, dan uji alkaloid.
4.      4. Dipotong-potong 10 gram daun tembakau kering atau tembakau dari cerutu. Masukkan ke dalam gelas kimia 400 ml. Ditambahkan 100 ml larutan NaOH 5%. Aduk menggunakan batang pengaduk selama 20 menit. Campuran dalam gelas kimia disaring dengan menggunakan corongBuchner tanpa kertas saring. Ditekan daun tembakau dalam corong Buchner menggunakan bagian bawah gelas kimia. Daun tembakau dikembalikan ke dalam gelas kimia, ditambahkan 30 mlair, diaduk. Disaring menggunakan corong Buchner. Untk menghilangkan partikel dalam hasil saringan, filtrate disaring dengan menggunakan corong gelas yang diberiglasswool. Filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah, ditambahkan 30 mldiklorometan, dikocok. Tutup corong pisah dibuka setiap kali selesaimengocok. Dipisahkan lapisan diklorometan ke dalam labu Erlenmeyer.Ditambahkan lagi 30 ml diklorometan ke dalam sisa cairan (lapisan air) kedalam corong pisah, dikocok. Dipisahkan lapisan diklorometan. Langkahekstraksi ini dilakukan sampai semua nikotin terekstrak ke dalamdiklorometan. Dikumpulkan semua lapisan diklorometan. Ekstraksi ini dapat juga dilakukan menggunakan eter. Diuapkan diklorometan menggunakan rotary vacum evaporator.Penguapan diklorometan atau eter dilakukan menggunakan teknik  penguapan dengan pengurangan tekanan dan jangan menggunakan api.Penguapan diklorometan atau eter dapat pula menggunakan teknik denganset alat. Ditambah 1 ml air suling ke dalam sisa penguapan, aduk perlahan-lahan,ditambahkan 4 ml methanol, disaring dengan menggunakan corong gelasyang diberi glass wool. Dituangkan 5 ml methanol ke atas glasswool untuk mencuci glasswool. Disatukan kedua larutan methanol. Ditambahkan 10 ml larutan jenuh asam pikrat dalam methanol. Disaring nikotin dipikrat padat menggunakan corong Buchner. Dimurnikan nikotin, dipikrat ; dengan rekristalisasi.
 
4.Jelaskan keterkaitan diantara biosintesis, metode isolasi dan penentuan struktur senyawa bahan alam . Berikan contohnya.
Jawaban :
            Keterkaitan antara biosintesis, metode isolasi, penentuan struktur, senyawa bahan alam, biosintesis umumya terjadi didalam tubuh makhluk hidup dengan bantuan enzim sehingga memperoleh senyawa yang aktif terhadap suatu penyakit atau sebagai insektisida.isolasi merupakan pemisahan yang dilakukan untuk memisahkan senyawa tersebut dari bahan atau simplisia sengan pelarut tertentu.penentuan struktur berdasarkan hasil IR dan NMR sehingga terlihat dengan jelas gambar puncak gelombang dari situlah dapat ditentukan struktur dari senyawa yang kita isolasi tadi.
Contohnya.
 
Isolasinya Dipotong-potong 10 gram daun tembakau kering atau tembakau dari cerutu. Masukkan ke dalam gelas kimia 400 ml. Ditambahkan 100 ml larutan NaOH 5%. Aduk menggunakan batang pengaduk selama 20 menit. Campuran dalam gelas kimia disaring dengan menggunakan corongBuchner tanpa kertas saring. Ditekan daun tembakau dalam corong Buchner menggunakan bagian bawah gelas kimia. Daun tembakau dikembalikan ke dalam gelas kimia, ditambahkan 30 mlair, diaduk. Disaring menggunakan corong Buchner. Untk menghilangkan partikel dalam hasil saringan, filtrate disaring dengan menggunakan corong gelas yang diberiglasswool. Filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah, ditambahkan 30 mldiklorometan, dikocok. Tutup corong pisah dibuka setiap kali selesaimengocok. Dipisahkan lapisan diklorometan ke dalam labu Erlenmeyer.Ditambahkan lagi 30 ml diklorometan ke dalam sisa cairan (lapisan air) kedalam corong pisah, dikocok. Dipisahkan lapisan diklorometan. Langkahekstraksi ini dilakukan sampai semua nikotin terekstrak ke dalamdiklorometan. Dikumpulkan semua lapisan diklorometan. Ekstraksi ini dapat juga dilakukan menggunakan eter. Diuapkan diklorometan menggunakan rotary vacum evaporator.Penguapan diklorometan atau eter dilakukan menggunakan teknik  penguapan dengan pengurangan tekanan dan jangan menggunakan api.Penguapan diklorometan atau eter dapat pula menggunakan teknik denganset alat. Ditambah 1 ml air suling ke dalam sisa penguapan, aduk perlahan-lahan,ditambahkan 4 ml methanol, disaring dengan menggunakan corong gelasyang diberi glass wool. Dituangkan 5 ml methanol ke atas glasswool untuk mencuci glasswool. Disatukan kedua larutan methanol. Ditambahkan 10 ml larutan jenuh asam pikrat dalam methanol. Disaring nikotin dipikrat padat menggunakan corong Buchner. Dimurnikan nikotin, dipikrat ; dengan rekristalisasi. Dari hasil analisis KLT menggunakan larutan pengembang metanol didapatkan harga Rf = 0,725. Hasil analisis spektra IR menunjukkan adanya gugus amina tersier aromatis, gugus metil, gugus amina tersier alifatis, dan ikatan C-H aromatis. Hasil kromatogram GC-MS menunjukkan senyawa nikotin muncul pada puncak dengan waktu retensi = 9,245 s dan indeks kemiripan 63 %, hal ini menunjukkan bahwa dalam daun tembakau terdapat alkaloid nikotin. Hasil dari spektrofotometer UV menghasilkan panjang gelombang maksimum 206 nm yang menunjukkan adanya kearomatisan dari cincin piridin dalam nikotin. Setelah diketahui struktur nikotin, maka dapat dipelajari bagaimana biosintesis nikotin tersebut dalam tanaman tembakau.



 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar